CERITA PENDEK (CERPEN) YANG DISUKAI REDAKTUR

Baca juga artikel ini:

Di antara sekian banyak penulis yang mengirimkan naskah ke meja redaktur sudah pasti memiliki banyak cerita terkait karyanya—entah yang melegakan, menyedihkan atau bahkan menjengkelkan—semua pasti memiliki pengalaman-pengalaman macam itu. Namun di lain kasus, bagi penulis pemula yang masih meraba-raba keberuntungan lewat menulis ke koran, besar kemungkinan belum hafal atau mungkin belum mengetahui kriteria cerpen seperti apa yang disukai oleh redaktur. Biasanya, penulis pemula hanya berupaya sesegera mungkin menyelesaikan tulisan lalu mengirimnya ke koran tanpa perlu baca ulang maupun banyak pertimbangan. Padahal untuk bisa lolos seleksi dari redaktur koran tertentu, penulis harus pandai membaca kriteria-kriteria cerpen yang diinginkan atau yang disukai pihak redaktur untuk mengisi rubrik yang sedang diampunya.

Rata-rata, redaktur sangat menyukai cerpen-cerpen dengan kriteria atau karakteristik macam ini:
1. Tema
Hal pertama sekaligus menjadi perhatian utama ketika redaktur menerima naskah adalah tema cerpen tersebut. Semakin menarik tema yang diramu penulis, tentu semakin membuka pintu lolos seleksi serta ditayangkan. Sebaliknya, ketika penulis tak mampu menyuguhkan tema cerita yang teramat sangat menarik, tentu naskah dimasukkan dalam daftar penolakan.

Menurut kurator, naskah juga harus dengan tema segar—walaupun tidak dibatasi oleh tema-tema tertentu—selain itu, isi tidak klise. Mengarah pada kebaruan sastra yang meliputi aspek bahasa, tema, alur, serta teknik menulis yang mumpuni.

2. Narasi Cerita
Kurator lebih suka dengan narasi pembuka cerita yang memikat. Penuh kejutan-kejutan atau ledakan imajinasi sehingga memicu hasrat baca. Narasi di paragraf pertama ini dinilai kurator sangat menentukan apakah naskah tersebut layak ditayangkan atau tidak.

Ketika membuka awal cerita dengan dialog, berusahalah mempertahankan karakter lakon secara kuat. Jika tidak mampu mempertahankan karakter lakon dengan kuat, maka bukalah dengan narasi. Sangat dianjurkan menggunakan narasi puitis.

3. Ejaan
Editor atau kurator mana pun pasti sangat risih ketika mendapati kekeliruan mendasar ini. Kurator menganggap kekeliruan ejaan sedikit saja menunjukkan bahwa si penulis tidak cermat saat berkarya. Kurator benar-benar tidak menolelir kekeliruan ejaan, bahkan di mata mereka masalah ini amat jorok.

4. Kaidah Menulis
Gunakanlah kaidah menulis secara baik dan benar—jika perlu buka kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) atau Ejaan Bahasa Indonesia (EBI) untuk memastikan apakah kaidah menulis sudah benar atau justru malah salah. Kurator sangat menjaga etika berbahasa. Tidak memicu SARA, diskriminasi terhadap kelompok tertentu, atau hal-hal lain yang melanggar norma. Berusahalah untuk tidak menggunakan bahasa slang dalam narasi atau kalimat. Jika cerpen dipenuhi dengan bahasa slang, alangkah lebih baik dikirim ke media yang sesuai atau selaras. Rata-rata, semua media menggunakan bahasa baku sebagai pengantar kepada publik. Lebih baik gunakan gramatikal sederhana dan mudah dipahami pembaca.

5. Kalimat Efektif dan Efisien
Sering kali penulis mengabaikan penggunaan kalimat secara efektif dan efisien saat menulis cerita. Menulis cerita dengan kalimat bertele-tele selain boros kata juga sangat rentan memicu rasa bosan. Penulis yang benar-benar sudah terlatih tentu semakin mengefektifkan kata atau kalimat dalam tiap karyanya.

Hindari penggunaan kata bombas (menurut kamus besar bahasa Indonesia: bom·bas n 1 ucapan yang baik terdengar, tetapi tidak mengandung arti; omong kosong; 2 Sas ungkapan yang berlebih-lebihan dalam berlakon; bahasa atau kata yang muluk-muluk). Bisa jadi, kata bombas malah membunuh imajinasi yang sedang dibangun penulis di hati pembaca.

6. Jumlah Kata
Berhubung rubrik sastra diberi ruang sangat terbatas, maka naskah maksimal 10.000 karakter atau kurang lebih 5 lembar A4. Jika kurang dari itu, atau malah lebih dari itu, besar kemungkinan masuk daftar naskah ditolak. Alasan ini tak lain lebih pada soal tata letak halaman yang diberikan pihak media.

7. Pembaruan serta Keunikan Cerita
Selain unik dan inspiratif, secara spesifik, kurator cenderung memerhatikan hal-hal yang bersifat pembaruan sastra. Karya eksperimental yang benar-benar matang juga berpeluang untuk memikat hati para kurator.

Gaya menulis apa pun tetap diberi tempat—misal; realisme, surealisme, absurd, ataupun solilokui. Meski dengan gaya bahasa atau pengantar sesuai kehendak penulis, namun kekayaan diksi dan gaya bahasa pengantar dalam naskah sangat diutamakan.


Bagikan

You Might Also Like

CERITA PENDEK (CERPEN) YANG DISUKAI REDAKTUR
4/ 5
Oleh



Subscribe via email

Suka dengan artikel di atas? Tambahkan email Anda untuk berlangganan.