Baca juga artikel ini:
SKEPTISISME
WALAU ruyup, tidur tak juga hanyutkan agonia dalam diri
begitu banyak sekat maya mengadang dan ciutkan nyala nyali
berharap udar serta moksa, namun masih jauh dari pasti
Asmarandana gagal tertuang, apa yang tersisa hanya kepingan asa
segala arah tampak kabur hingga kendur, bahkan terkikis upaya
semoga ketabahan Ibrahim mengilhami laku jiwa agar lekas sentosa
Meski lebur jasad ini, aku takkan mencari pujaan lain
kepedihan ini terjadi lantaran ada rentang pemisah tak terbantahkan
biarpun telah jauh menjejak, tempat kembali tetaplah dalam dekapan
Yogyakarta, 04 Ferbruari 2017
AMARAH
KE MANA lagi kau sesatkan langkah ini di bumi?
tatap mata kian remang ketika gelap suruk gala sepi
bahu panggul segala beban saat darah mendidih dalam diri
Benih api lumat sekam hingga jelaga terbang bersama udara
ambil air supaya kobar tak merambat hamparan ladang jiwa
bila lumbung ludes, lapar pasti bergelak sembari pesta pora
Lafalkan doa sebelum ganti hari, lekas kunci semua pintu!
tiap detik bunian intai anak-anak polos agar menjadi sekutu
jangan karena pernik, permata pun turut raib dari benianmu
Yogyakarta, 20 April 2017
MISTIKUS CINTA
SEJAK hakikat itu bersemayam di hati, aku adalah lelakon
tiap kali getir kefakiran bertubi-tubi, kau tetaplah pelipur lara
oh, betapa agung cinta ini kepadamu walau tak serasi
Kabut mata sontak menyingkir tatkala asa duduk mesra bersama
tanpa lelah sukma mendamba hingga lupa bahwa tubuh menua
kerinduan meremajakan segenap gelora yang lindap dalam paluh dada
Lewat tuturmu, kupandang terang makna abadi sekalipun mulut sengap
terjangkau pula segala pengertian ketika petuah cabik majal pikiran
fana telah memperdaya seluruh hidup, lantas apatah guna getun?
Yogyakarta, 22 Agustus 2017
Sajak ini telah dipublikasikan di RAKYAT SULTRA (12/03/2018)
Bagikan
SKEPTISISME | AMARAH | MISTIKUS CINTA
4/
5
Oleh
Anam Khoirul Anam Official