Baca juga artikel ini:
PENGLIHATAN
HANYA bagi penciuman yang rusak, aroma mawar adalah melati
walaupun aroma ditutupi, ia tetap berkata benar tentang dirinya
kebenaran takkan menjadi dusta walau telah direkayasa sedemikian rupa
Hanya bagi penglihatan yang rusak, gundukan gunung adalah kuburan
berapa banyak kaki terperosok ke lubang karena mata rusak?
bukankah cara pandang juga sangat dipengaruhi oleh hasil penglihatan?
Ketika indra penglihatan telah rusak, tongkat pun tiada arti
kebenaran takkan sebenarnya menjadi benar bila salah dalam melihat
esensi hanya dapat dilihat ketika segala pintu makrifat terbuka
MENEPUK AIR DANAU
KIRANYA perlu menepuk hamparan air danau agar wajah terciprat
tubuh yang basah bukan kebodohan, namun penyadaran pada diri
bukan hanya liuk bayang, kedalaman serta debit pun didapatkan
Kaki bangau yang hanya memijak tepian takkan mendapat ikan
ikan takkan ke daratan selain karena musim kemarau berkepanjangan
bila danau telah kering, daratan dan kedalaman adalah serupa
Kiranya perlu menepuk hamparan air danau agar wajah terciprat
apakah bayang itu di permukaan atau ada di kedalaman?
bila keruh, bayangan hanya di permukaan, bukan di kedalaman
KETIKA KATA HILANG MAKNA
PERNAHKAH sekali waktu kau menenggak anggur yang hilang rasa?
sebagaimana lidah mengecap sebutir garam, rasa asin adalah kebenaran
bila sari telah tiada, lidah hanya menelan ragam ampas
Bila kau datang pada telinga tuli, kata-kata tiada arti
orang buta lebih butuh kata pun tongkat sebagai petunjuk
bagi lidah yang mati, ragam rasa takkan terasa lezat
Ketika kata hilang makna, suara hanya menjadi kotoran telinga
kata-kata hanya bergegas tanpa bekas, bahkan tak singgah sejenak
bila sari telah tiada, lidah hanya menelan ragam ampas
Sajak ini telah dipublikasikan di POS BALI (04/10/2015)
HANYA bagi penciuman yang rusak, aroma mawar adalah melati
walaupun aroma ditutupi, ia tetap berkata benar tentang dirinya
kebenaran takkan menjadi dusta walau telah direkayasa sedemikian rupa
Hanya bagi penglihatan yang rusak, gundukan gunung adalah kuburan
berapa banyak kaki terperosok ke lubang karena mata rusak?
bukankah cara pandang juga sangat dipengaruhi oleh hasil penglihatan?
Ketika indra penglihatan telah rusak, tongkat pun tiada arti
kebenaran takkan sebenarnya menjadi benar bila salah dalam melihat
esensi hanya dapat dilihat ketika segala pintu makrifat terbuka
Yogyakarta, 06 Juni 2015
KIRANYA perlu menepuk hamparan air danau agar wajah terciprat
tubuh yang basah bukan kebodohan, namun penyadaran pada diri
bukan hanya liuk bayang, kedalaman serta debit pun didapatkan
Kaki bangau yang hanya memijak tepian takkan mendapat ikan
ikan takkan ke daratan selain karena musim kemarau berkepanjangan
bila danau telah kering, daratan dan kedalaman adalah serupa
Kiranya perlu menepuk hamparan air danau agar wajah terciprat
apakah bayang itu di permukaan atau ada di kedalaman?
bila keruh, bayangan hanya di permukaan, bukan di kedalaman
Yogyakarta, 18 Juni 2015
PERNAHKAH sekali waktu kau menenggak anggur yang hilang rasa?
sebagaimana lidah mengecap sebutir garam, rasa asin adalah kebenaran
bila sari telah tiada, lidah hanya menelan ragam ampas
Bila kau datang pada telinga tuli, kata-kata tiada arti
orang buta lebih butuh kata pun tongkat sebagai petunjuk
bagi lidah yang mati, ragam rasa takkan terasa lezat
Ketika kata hilang makna, suara hanya menjadi kotoran telinga
kata-kata hanya bergegas tanpa bekas, bahkan tak singgah sejenak
bila sari telah tiada, lidah hanya menelan ragam ampas
Yogyakarta, 16 Juni 2015
Sajak ini telah dipublikasikan di POS BALI (04/10/2015)
Bagikan
PENGLIHATAN | MENEPUK AIR DANAU | KETIKA KATA HILANG MAKNA
4/
5
Oleh
Anam Khoirul Anam Official